Thursday, August 25, 2011

kapan kita kemana?

Kembali dia menyusuri malam dalam kesendirian, dengan ekspresi hampa yang tertiup angin menerpa wajahnya. Saat dingin mulai memeluk tubuhnya, dia pun memacu si capit maut - tunggangannya - dengan lebih cepat seakan menantang angin malam bahwa tak ada lagi tempat yang lebih dingin dibanding hatinya yang telah lama membeku. Yang sebenarnya jika realita dan logika dapat berkata, dia hanyalah sebentuk kesepian yang mencari sepeluk kehangatan dalam peraduan.

Karena selalu dituntun emosi maka logika pun acapkali diabaikannya. Berharap hangat itu datang dari sudut pelangi nirwana yang dibawakan oleh malaikat kecil bersayap satu dengan jubah biru menawarkan segumpal rasa, tanpa asa - sebenarnya -.

Dan selama air mata itu masih mengalir dalam senyumannya, dia hanya mendapati sandaran dari tiap sudut yang dipenuhi uap kafein dan asap nikotin dari lebarnya tawa teman-teman se'profesi'nya. Malam hangat itu pun kembali dimulai dengan awalan:

"jadi gini, sob..."

No comments:

Post a Comment